Terus terang saja, saya bukanlah termasuk orang yang memahami peraturan perundang-undangan. Apalagi soal pasal-pasal yang tertuang dalam kontrak antara PT. Chevron Pacific Indonesia sebagai pengelola ladang minyak di Duri ini dengan seluruh mitra kerjanya yang akrab disebut dengan Bussiness Partner atau BP. Sama sekali tidak saya ketahui.
Namun yang pasti saya ketahui, bahwa tak sedikit mobil-mobil perusahaan mitra kerja dari PT CPI tersebut yang melakukan pengisian Bahan Bakar Minyak (BBM) pada SPBU umum yang sebenarnya dialokasikan untuk kepentingan masyarakat. Ironisnya lagi, BBM baik solar maupun premium yang dijual kepada mobil-mobil perusahaan mitra kerja PT. CPI memiliki kesamaan harga dengan harga jual kepada masyarakat secara umum.
Sejurus dengan itu, beberapa minggu belakangan tersiar kabar melalui media cetak maupun online, tentang adanya karyawan SPBU yang terpaksa harus mendekam di Hotel Prodeo, merasakan dinginnya malam dibalik jeruji penjara gara-gara melayani pembeli yang membawa jerigen untuk dijual secara eceran. Setali tiga uang, salah satu pompa pengisian minyak pun pada akhirnya diberi tag "Do Not Operate" dikarenakan hal terkait.
Menanggapi hal ini, saya sebagai masyarakat biasa tentunya merasa bingung. Kenapa mobil-mobil perusahaan yang semestinya menggunakan BBM dengan harga industri bisa seenaknya saja mengisi bahan bakar di SPBU, tanpa ada tindakan tegas dari aparat terkait. Sementara masyarakat kecil yang membeli menggunakan jerigen harus "kucing-kucingan" untuk mendapatkan jatah minyak yang akan dijualnya secara eceran.
Paling tidak melalui media ini, saya berharap kebijaksaan dari pihak pemerintah terkait, demikian juga dengan pihak PT. Chevron Pacific Indonesia untuk menertibkan kendaraan-kendaraan perusahaan mitra kerja dari pembelian bahan bakar minyak di SPBU yang notabene adalah berharga subsidi yang diperuntukan bagi masyarakat. Pun kepada segenap perusahaan, hendaknya tidak gelap mata dalam mengejar keuntungan melalui cara-cara yang tidak dibenarkan, salah satunya dengan menganjurkan mobil-mobil operasionalnya mengisi bahan bakar pada SPBU.
Apabila hal ini terus terjadi, barangkali saya sebagai masyarakat biasa ingin mengajukan pertanyaan; "Sejatinya, pemerintah memberikan subsidi melalui BBM ini untuk masyarakat atau pengusaha?". Apabila tak terjawab pula, bahkan pembiaran dilakukan terhadap hal serupa. Tidak salah lah apa yang dikatakan Rhoma Irama "Yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin".
Selanjutnya, apabila di dalam kontrak yang tertuang antara PT. CPI dengan Perusahaan mitra kerja mengharuskan menggunakan BBM harga industri. Tentu saja, pengisian BBM di SPBU dengan harga subsidi merupakan sebuah pelanggaran hukum. Nah, ketika hal tersebut tidak segera ditangani, barangkali kita juga pantas bertanya "Apakah perusahaan-perusahaan tersebut berstatus kebal hukum?".
Kita bisa lihat, persoalan ini merupakan salah satu ujian bagi integritas para pemangku jabatan di Negeri Junjungan ini. Seberapa jauh tindakan mereka dalam menertibkan mobil-mobil perusahaan yang mengisi BBM di SPBU dengan harga subsidi, barangkali dapat kira jadikan barometer, seberapa jauh para pemangku jabatan berpihak kepada masyarakat. (*)
Penulis bernama lengkap Saidul Rahman Rambe. Alamat ada pada redaksi.
Namun yang pasti saya ketahui, bahwa tak sedikit mobil-mobil perusahaan mitra kerja dari PT CPI tersebut yang melakukan pengisian Bahan Bakar Minyak (BBM) pada SPBU umum yang sebenarnya dialokasikan untuk kepentingan masyarakat. Ironisnya lagi, BBM baik solar maupun premium yang dijual kepada mobil-mobil perusahaan mitra kerja PT. CPI memiliki kesamaan harga dengan harga jual kepada masyarakat secara umum.
Sejurus dengan itu, beberapa minggu belakangan tersiar kabar melalui media cetak maupun online, tentang adanya karyawan SPBU yang terpaksa harus mendekam di Hotel Prodeo, merasakan dinginnya malam dibalik jeruji penjara gara-gara melayani pembeli yang membawa jerigen untuk dijual secara eceran. Setali tiga uang, salah satu pompa pengisian minyak pun pada akhirnya diberi tag "Do Not Operate" dikarenakan hal terkait.
Menanggapi hal ini, saya sebagai masyarakat biasa tentunya merasa bingung. Kenapa mobil-mobil perusahaan yang semestinya menggunakan BBM dengan harga industri bisa seenaknya saja mengisi bahan bakar di SPBU, tanpa ada tindakan tegas dari aparat terkait. Sementara masyarakat kecil yang membeli menggunakan jerigen harus "kucing-kucingan" untuk mendapatkan jatah minyak yang akan dijualnya secara eceran.
Paling tidak melalui media ini, saya berharap kebijaksaan dari pihak pemerintah terkait, demikian juga dengan pihak PT. Chevron Pacific Indonesia untuk menertibkan kendaraan-kendaraan perusahaan mitra kerja dari pembelian bahan bakar minyak di SPBU yang notabene adalah berharga subsidi yang diperuntukan bagi masyarakat. Pun kepada segenap perusahaan, hendaknya tidak gelap mata dalam mengejar keuntungan melalui cara-cara yang tidak dibenarkan, salah satunya dengan menganjurkan mobil-mobil operasionalnya mengisi bahan bakar pada SPBU.
Apabila hal ini terus terjadi, barangkali saya sebagai masyarakat biasa ingin mengajukan pertanyaan; "Sejatinya, pemerintah memberikan subsidi melalui BBM ini untuk masyarakat atau pengusaha?". Apabila tak terjawab pula, bahkan pembiaran dilakukan terhadap hal serupa. Tidak salah lah apa yang dikatakan Rhoma Irama "Yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin".
Selanjutnya, apabila di dalam kontrak yang tertuang antara PT. CPI dengan Perusahaan mitra kerja mengharuskan menggunakan BBM harga industri. Tentu saja, pengisian BBM di SPBU dengan harga subsidi merupakan sebuah pelanggaran hukum. Nah, ketika hal tersebut tidak segera ditangani, barangkali kita juga pantas bertanya "Apakah perusahaan-perusahaan tersebut berstatus kebal hukum?".
Kita bisa lihat, persoalan ini merupakan salah satu ujian bagi integritas para pemangku jabatan di Negeri Junjungan ini. Seberapa jauh tindakan mereka dalam menertibkan mobil-mobil perusahaan yang mengisi BBM di SPBU dengan harga subsidi, barangkali dapat kira jadikan barometer, seberapa jauh para pemangku jabatan berpihak kepada masyarakat. (*)
Penulis bernama lengkap Saidul Rahman Rambe. Alamat ada pada redaksi.
Photo: Foco Truck salah satu BP PT. CPI mengisi solar di SPBU KM.6 Kulim - Duri tgl. 07/10/2012
Posting Komentar