Headlines News :
Home » » Dari Duri Untuk Palestina

Dari Duri Untuk Palestina

Antologi cerpen yang royalti dari para penulisnya akan didonasikan untuk Palestina ini memuat salah satu karya seorang warga kota Duri, Riau. Dengan nama pena Kang Cecep, seorang pekerja media bernama lengkap Eko Wahyudi ini turut berkiprah sekaligus membuktikan, penulis daerah pun "berhak" untuk berkarya. 

Untuk menjalin sapa dengan Kang Cecep, bisa melalui twitter di @ewahyudie dan untuk mengetahui, karya seperti apa saja dalam antologi tersebut, bersama ini kami sadurkan resensi antologi cerpen "Cinta Dari Cikini" untuk Anda.

***

Buku  yang royaltinya didedikasikan kepada sebuah komunitas yang concern terhadap Palestina, menyajikan cerpen-cerpen yang oke semua. Oke, itu opini pribadi saya.

    pagi, senja, dan selainnya

    tak kan pernah cukup

    mengalirkan cinta dari rahim kata

    ke kuncupkuncup bunga

    maka, biar ia jadi kembang

    yang rekah-mekar sendiri

    dari benih-benih madu

    ke kuntumkuntum rindu


Cinta terkadang menyebabkan seseorang yang terjerat akannya mampu berbuat hal-hal ajaib. Itu mungkin saja terjadi pada seseorang yang normal. Perbuatan ajaib atas nama cinta itu pun dilakukan dalam kesadaran. Tapi bagaimana bila ada seorang pemuda yang perbuatannya di mata orang lain terlihat sangatlah silly tapi sebenarnya hal itu disebabkan kepolosan dan ketulusannya? Bagaimana bila perbuatan silly itu semata karena kesederhanaan kemampuannya dalam memahami apa yang mudah dipahami orang secara umum?

Wasis yang kecerdasannya di bawah rata-rata dan menyimpan gemulai dalam tubuh laki-lakinya, rupacintanya agak berbeda. Caranya mengungkapkan cinta dan kepolosannya bisa jadi terlihat lucu sekaligus silly di mata kita, tapi bukankah cinta milik siapa saja? Ekspresi cinta pun bisa sangat beragam dan Wasis dengan kepolosannya, akan menyentuh kemanusiaan kita. (Cinta Dari Cikini – Nursalam AR)

Seorang penulis terkenal, Anissa Saraswati, tiba-tiba kalangkabut. Seorang penulis amatir hadir dengan puisi-puisinya yang diapresiasi, bahkan oleh mentornya –sastrawan terkemuka yang sebelumnya tidak pernah bersedia mengulas karyanya dan hanya sebatas mengomentari bagusnya karya yang ia buat. Penulis amatir ini hadir dengan puisi-puisi seadanya tapi terasa begitu bernas karena yang ia ungkap adalah yang banyak orang lain ingin sampaikan. Sayangnya, penulis amatir yang menamakan dirinya Nellie Azzahra ini tidak pernah bisa ditemui oleh Nissa, kecuali dalam tumpukan surat.

Tense lumayan dapet. Saya jadi ingin tahu juga benak penulis terkenal itu kayak apa ya saat banyak penulis mekar dan karyanya mulai tidak tajam? Selain itu, cerita ini adalah tentang mempertahankan orientasi. Sungguh tiap hal yang kita ambil, memiliki jalannya. Bisa jadi jalannya panjang, bisa pandangan kita saat berjalan tersilaukan hingga membuat kita melenceng. Tersediakah waktu untuk selalu kembali? (Nellie Azzahra – Novi Khansa)

    pijaklah, pijak kuat tanah

    tempat kakimu melangkah entah

    junjunglah, junjung tinggi langit

    tempat lelah tubuhmu singgah

    sepulang nanti ke kotamu,ke rumah asalmu

    kau akan lebih paham kenapa Ia ciptakan

    sepasang kaki dan tangan

    agar tiap jejak perjalanan

    menjadikan kau reranting kehidupan


“Ada orang yang bekerja, tapi tidak berjuang. Kalau bekerja untuk menghidup keluarga, itu adalah kewajiban. Sementara ayah mengajarkan saya untuk ikut berjuang demi hidup kami yang lebih baik. dan dalam perjuangan, tidak boleh ada yang mengeluh.”

Bagaimana bila ada seorang gadis kecil yang mengatakan itu kepadamu? Dengan bersemangatnya mengatakan bahwa bekerja itu berbeda dengan berjuang. Dengan bersemangatnya ia mengatakan bahwa yang ia lakukan dan ayahnya lakukan –ayahnya adalah pembersih gerbong kereta, adalah berjuang. Gadis kecil yang berjuang sejak dini meski dalam hatinya ia masih ingin bermain. (Gadis Kecil dan Pemuda Kesunyian – Sungging Raga)

    Sahabat adalah laut bagi segala nasib

    Tuhan telah sediakan dayung, sampan,

    Dan cadik di tabah bidangnya

    Kita hanya perlu jadi pelaut yang baik

    Maka ombak akan membawa kita luput

    Dari amuk badai, atau kita

    Jadilah seorang pelaut yang buruk, maka

    Badai akan menggulung kita bersama ombak
.

Seberapa banyak yang mengetahui kisah Malcolm X, seorang kulit hitam yang nama muslimnya Malik El Shabbazz. Kelompok Elijah Mohammed bergembira atas terbunuhnya Malcolm, tapi ada satu yang bersedih dan gusar. Shunk. Raf menegurnya, bertanya mengapa ia bersedih. Ternyata, ia mulai memikirkan kata Malcolm bahwa bisa jadi memang mereka telah tersesat.

Meski Raf adalah sahabat dekatnya, Raf seperti tidak bisa memahami Shunk. Hingga akhirnya Shunk dekat dengan muslim yang ditawan kelompok Elijah. Kedekatannya dengan mereka itu lah yang membimbingnya kembali ke Islam hakiki. Lantas bagaimana persahabatannya dengan Raf? (Selisih Jalan – Rosyidah Khairun Nafisah)

Sembilan belas cerpen dari empat belas penulis. Tiap cerpennya saya nikmati tanpa ragu. Bukan apa, kadang dalam antologi, tidak semua bagiannya bisa kita nikmati bukan? Tapi tenang, insyaAllah buku ini kesemua bagiannya mengayakan. Apalagi buku ini sendiri adalah imbalan. Menjadi jalan bersedekah–sepenuh royaltinya didermakan- tetapi memberikan feedback hikmah yang tidak sedikit dari cerpen-cerpen di dalamnya kepada pembaca. Sangat patut diapresiasi!

Di akhir prakata oleh pihak yang mensponsori penerbitan buku ini, ada baris kalimat yang menyentak saya: sesekali perlulah kita bertanya ke dalam diri, kapan giliran karya kita hadir? Kalimat yang membuat saya menyesal, mengapa saya tidak berusaha lebih keras lagi saat itu untuk bergabung dalam antologi ini?

Disadur dari: Blog Buku Faraziyya dengan beberapa perubahan.
editor: @enirahmanning
Share this post :

Posting Komentar

 
Copyright © 2012. Kabar Duri - All Rights Reserved
Proudly powered by Blogger