DURI - Jaringan Komunikasi Lembaga Adat Melayu Riau (Jarkom LAM Riau) mengecam tindakan oknum TNI AU melakukan pemukulan terhadap wartawan saat peliputan pesawat tempur Hawk 200 yang jatuh di pemukiman warga.
Hal tersebut disampaikan Ketua Dewan Pembina Jarkom LAM Riau, Hang Temong kepada kabarduri.com, Rabu (17/10), bahwa sebelum melakukan pemukulan, dilakukan himbauan dengan pengeras suara terlebih dahulu kalau terkait keamanan.
"Seharusnya penegak hukum tidak main hakim sendiri. Kalau daerah tersebut sudah dipagar dengan garis kuning dilarang melintas, dan mereka menerobos kan bisa ditegur baik-baik. Ini, garis kuning aja belum dipasang sudah main pukul aja," paparnya.
Dijelaskan dirinya, kalau pemukulan tersebut dibenarkan negara, silahkan tidak di proses hukum. Namun, kalau hal itu tidak dibenarkan, tentu harus diproses secara hukum. Kejadian tersebut, dikatakannya telah mencoreng nama TNI AU di mata masyarakat Indonesia.
"Permasalahan ini, diharapkan segera terselesaikan. Kalau bisa saling damai. Saya menghimbau kepada penegak hukum yang akan memproses kejadian ini agar adil, se adil-adilnya. Karena yang mananya tindakan anarkis oleh aparat penegak hukum, jelas melangar aturan," jelasnya.
Ditempat terpisah, Ketua Himpunan Wartawan Duri (HIWARI) Yusrizal mengatakan kepada kabarduri.com, oknum TNI AU yang telah melakukan tindakan sewenang-wenang agar diproses secara hukum. Karena negara Indonesia ini merupakan negara hukum.
"Kita sangat bersimpati dengan rekan-rekan wartawan yang menjadi korban pengasaran oleh oknum TNI AU di Pekanbaru. Kita juga mengecam tindakan barbar oknum tersebut tidak bisa ditolerir. Tidak hanya cukup dengan minta maaf, tapi harus diproses hukum. Kalau tidak ada efek jera, profesi wartawan akan dilecehkan terus. Bahkan tidak mungkin, kejadian seperti ini akan terus terulang di masa datang," pungkasnya.
Upaya menghalang-halangi tugas jurnalistik, menurut Yusrizal, sama saja melanggar kebebasan pers, dan hak jurnalis mendapat informasi yang akurat. " Lagi pula lokasi kejadian itu dipemukiman penduduk, maka tidak ada areal privasi yang dilanggar. Wartawan sah-sah saja mengambil foto dan data-data yang dibutuhkan. Herannya kenapa wartawan saja yang diburu, kok masyarakat umum dibiarkan, kalau alasannya keselamatan," ungkapnya.
Sementara itu, Didik Herwanto, fotografer Riau Pos, salah satu korban pemukulan oknum TNI AU, yang ditendang, diinjak, dipukul dan dirampas kameranya, saat dikonfirmasi Metro Riau, mengatakan kasus penganiayaan tersebut tetap dilanjutkan ke jalur hukum. " Belum ada pertemuan dengan mereka (TNI AU). Kondisi saya hari ini sudah baikan, sudah pulang (dari rumah sakit, red). Kawan-kawan di Pekanbaru saat ini menggelar aksi solidaritas. Saya terima kasih kepada kawan-kawan wartawan dimanapun yang peduli dengan kasus ini. Jangan sampailah terulang lagi kejadian ini," tukasnya. (fely)
Hal tersebut disampaikan Ketua Dewan Pembina Jarkom LAM Riau, Hang Temong kepada kabarduri.com, Rabu (17/10), bahwa sebelum melakukan pemukulan, dilakukan himbauan dengan pengeras suara terlebih dahulu kalau terkait keamanan.
"Seharusnya penegak hukum tidak main hakim sendiri. Kalau daerah tersebut sudah dipagar dengan garis kuning dilarang melintas, dan mereka menerobos kan bisa ditegur baik-baik. Ini, garis kuning aja belum dipasang sudah main pukul aja," paparnya.
Dijelaskan dirinya, kalau pemukulan tersebut dibenarkan negara, silahkan tidak di proses hukum. Namun, kalau hal itu tidak dibenarkan, tentu harus diproses secara hukum. Kejadian tersebut, dikatakannya telah mencoreng nama TNI AU di mata masyarakat Indonesia.
"Permasalahan ini, diharapkan segera terselesaikan. Kalau bisa saling damai. Saya menghimbau kepada penegak hukum yang akan memproses kejadian ini agar adil, se adil-adilnya. Karena yang mananya tindakan anarkis oleh aparat penegak hukum, jelas melangar aturan," jelasnya.
Ditempat terpisah, Ketua Himpunan Wartawan Duri (HIWARI) Yusrizal mengatakan kepada kabarduri.com, oknum TNI AU yang telah melakukan tindakan sewenang-wenang agar diproses secara hukum. Karena negara Indonesia ini merupakan negara hukum.
"Kita sangat bersimpati dengan rekan-rekan wartawan yang menjadi korban pengasaran oleh oknum TNI AU di Pekanbaru. Kita juga mengecam tindakan barbar oknum tersebut tidak bisa ditolerir. Tidak hanya cukup dengan minta maaf, tapi harus diproses hukum. Kalau tidak ada efek jera, profesi wartawan akan dilecehkan terus. Bahkan tidak mungkin, kejadian seperti ini akan terus terulang di masa datang," pungkasnya.
Upaya menghalang-halangi tugas jurnalistik, menurut Yusrizal, sama saja melanggar kebebasan pers, dan hak jurnalis mendapat informasi yang akurat. " Lagi pula lokasi kejadian itu dipemukiman penduduk, maka tidak ada areal privasi yang dilanggar. Wartawan sah-sah saja mengambil foto dan data-data yang dibutuhkan. Herannya kenapa wartawan saja yang diburu, kok masyarakat umum dibiarkan, kalau alasannya keselamatan," ungkapnya.
Sementara itu, Didik Herwanto, fotografer Riau Pos, salah satu korban pemukulan oknum TNI AU, yang ditendang, diinjak, dipukul dan dirampas kameranya, saat dikonfirmasi Metro Riau, mengatakan kasus penganiayaan tersebut tetap dilanjutkan ke jalur hukum. " Belum ada pertemuan dengan mereka (TNI AU). Kondisi saya hari ini sudah baikan, sudah pulang (dari rumah sakit, red). Kawan-kawan di Pekanbaru saat ini menggelar aksi solidaritas. Saya terima kasih kepada kawan-kawan wartawan dimanapun yang peduli dengan kasus ini. Jangan sampailah terulang lagi kejadian ini," tukasnya. (fely)
Foto : Ketua Pembina Dewan Jarkom LAM Riau, Hang Temong.
Posting Komentar